Wednesday, 7 November 2018





Cerita Bapak

Awal permulaan benar-benar kurasakan keberadaan Bapak yang kuingat tepat dibangku sekolah dasar dimana Bapak pada waktu itu menemaniku ke sekolah, Bapak dengan tersenyum lebar dan ceria menunggu dengan sabar diluar kelas. Bapak guruku saat itu memberikan pengumuman siswa peringkat lima teratas dan aku berada pada antrian ke-4 yang artinya aku termasuk siswa cukup berprestasi dan kulihat jendela sekali lagi Bapak masih menemaniku dengan senyumnya dengan langkah begitu malu diriku mulai melangkahkan kaki kedepan ikut serta barisan siswa lainnya. Apakah kau tahu bintang yang Bapak lakukan? Aku terkaget bahwa Bapak masuk dan langsung mengecup keningku begitu bahagianya didepan hadapan banyak kerumunan orang. Aku pun begitu malu dan bangga mengenang Bapakku puluhan tahun silam..

Kedekatan aku sebagai putri pertama Bapak terus berlanjut di jenjang SMP sampai SMA yang kuingat sejauh itu Bapak dengan rela dan sabar mengantar silih berganti ketiga anak perempuan Bapak dari mulai 6 pagi berlanjut sampai kami menunggu Bapak dibawah pepohonan ketika jam pulang disore hari. Kau tahu Bapak itu semua masih aku ingat dan kukenang. Mulai saat itu dimulainya aku beranjak baligh aku mulai sadar bahwa pertemuan ini akan cepat berlalu dengan perpisahan, karena aku sangat ingat sekali kalimat yang berbunyi “Setiap Pertemuan pasti ada Perpisahan” semenjak itu aku selalu murung ketika pertemuan itu berlanjut dan terus belanjut sampai perpisahan menghampiri.

Ada ritual yang sudah belasan tahun aku lakukan tanpa seorangpun mengetahui yakni menangis dikamar diwaktu malam hanya memikirkan pasti nanti aku akan berpisah dengan Bapak, entah dalam waktu dekat atau puluhan tahun lagi, tapi aku ketakutan jika harus mengingat itu tiap malamku tentang perpisahan karena itu adalah hal yang paling aku benci, mungkin itu juga barangkali yang memudahkanku mendekati Sang Pencipta Penggenggam Nyawa Kehidupan. Tingkat SMA aku sudah bisa memutuskan memakai jilbab panjang tanpa basa basi dan tanpa hasutan teman benar-benar kemauanku sendiri. Bapak pun menyemangatiku dan semakin dekat dengan Bapak.

Sejak saat itu Bapak sudah tahu benar bahwa aku sudah dewasa dan bisa diajak berpikir tentang hakikat sejarah kehidupan walaupun aku benar-benar tak menghiraukan itu, aku  hanya fokus pada jelasnya hidung mancungmu, suara lembutmu dan wajah kecoklatanmu yang aku ingat. Pernah suatu ketika kau menyodorkan beberapa lembar tentang sejarah kerajaan di Indonesia, yang aku sendiri tak tertarik akan hal itu, kau hanya berkata “baca dahulu, yang penting dibaca” akupun membaca ketidakmengertian tentang sejarah dan hanya mendengarkan sekelebat Bapak bercerita, tapi disanalah memoriku ini bisa mengingatmu.

Aku ingat yang sering kau lakukan terhadap putrimu bahkan disaat mereka sudah menikah, Bapak tetap menyuapi makanan dengan kelembutan tangannya, atau bahkan hanya sekedar membuatkan teh untuk anak Bapak yang mungkin saat itu Bapak kangen atau bahkan menengok ke pintu kamar kami untuk melihat bahwa anak Bapak tertidur dengan lelap. Aku juga ingat Pak tiap aku sakit Bapak orang pertama yang memijat kami dan percaya dengan pijatan Bapak pasti akan sembuh tanpa harus ke dokter, yup memang benar aku selama Bapak menemani belum pernah merasakan rumah sakit tapi saat Bapak tak menemani beberapa kali putri-putri Bapak merasakan suntikan, obatan bahkan operasi dirumah sakit. Bapak aku sangat benci dengan perpisahan!

Mengulas kepercayaan Bapak terhadap aku selama ini selalu menimbulkan ketenangan tersendiri untuk diriku Pak. Bapak percaya terhadap putri Bapak untuk berpergian, untuk mencari sejarah kehidupan, untuk mencari ketenangan, untuk mendedikasikan diri, untuk menyetir kendaraan sendiri, untuk memutuskan permasalahan bahkan Bapak tidak pernah membuatku risau disaat kita berjauhan agar anak Bapak ini tidak terlalu banyak pikiran, yang Bapak lakukan hanya berdoa tanpa pernah menelpon, sms, atau bertanya. Itu semua yang membuatku semakin tough dalam kehidupan. Sepulangnya dari perjalanan naik gunung Bapak tidak hanya sekali tapi setiap kali selalu bertanya gimana gunungnya? Mau naik kemana lagi? Atau mau berencana kemana? Bapak selalu mengulurkan waktu berduaan dikamar mendengarkan aku bercerita sambil membuatkan teh dan memijat kaki anak Bapak ini. Bapak aku kangen!

Bacaan kedua yang Bapak berikan yakni benar-benar buku tebal tentang “Soekarno”, Bapak hanya berceloteh “ini Bapak pinjamkan buku dari teman Bapak, coba kamu baca nanti ceritakan ke Bapak”. Aku tidak suka Sejarah tapi karena Bapak aku jadi menyukai Sejarah kehidupan, aku benar-benar baru sadar bahwa Bapak memberikan pesan tersirat untuk anaknya ini bahwa kehidupan pasti akan menorehkan sejarah, maka berbuat baiklah dimanapun kamu berada. Bapak ingat tidak disaat aku berhasil diterima kerjaan ketika itu Bapak yang pasti mengantarku ke kantor di daerah Bidakara, Bapak menunggu diluar sampai aku selesai wawancara, setelah mendengar aku diterima Bapak menangis dan mencium keningku, Bapak tahu aku menangis bahagia bukan karena aku diterima tapi aku menguraikan air mata melihat Bapak bahagia.

Bapak, apa kau tahu ada hal yang paling menyakitkan tentang dirimu yang belum pernah aku ungkap selama ini, yakni perpisahan denganmu tanpa tegur dan tanpa sapa. Aku ingat ketika Bapak selalu menjadi pendampingku bahkan pahlawanku setiap langkah kehidupannku, sekarang anak Bapak sendiri tak tahu harus menceritakan tentang kehidupan ke siapa, yang aku ingat hanya sosok Bapak. Bapak pernah berucap “kalau kamu sayang sama seseorang yang telah tiada kirimkanlah Al Fatihah dan surat pendek lainnya tapi jangan lupa sebut nama dengan lengkap hendak kesiapa untaian doa tersebut kamu kirimkan”

Hal tersedih yang harus aku lakukan adalah menikah dan tak bisa bercengkrama seperti sediakala lagi bersama Bapak hanya diwaktu tertentu saja, Bapak hanya bilang ke adik perempuan Bapak bahwa dirumah sudah mulai sepi karena dua anak Bapak sudah tidak dirumah lagi, Bapak maaf yaa, aku pun bersedih. Sampai saat Bapak benar-benar melakukan apa yang aku takutkan yakni perpisahan! Bapak sampaikah selama ini doaku ke Bapak? Aku sudah berulang kali mengucap rinduku padamu melalui doa-doaku selama ini. Aku teringat bahwa Bapak masih bisa merasakan untaian doa dari kami sebagai putri-putri Bapak, aku berharap Bapak selalu tersenyum ya, biarkan anak Bapak ini yang merasakan sakitnya rasa perpisahan karena takdir tidak pernah salah memilih. Ya Allah, aku titipkan Bapak kepadaMu berilah ampunanMu, kelapanganMu, dan cahayaMu kepada Bapakku tercinta disana. InsyaAllah kami disini selalu terkenang kepada kebaikan Bapak. Selalu dari sekarang sampai selamanya aku tidak akan pernah melupakan nasihat Bapak.

No comments: